Kesbangpol perkuat pengawasan kolaboratif untuk cegah potensi konflik sosial di sulbar

Mamuju, Pengawasan terhadap aliran kepercayaan dan aliran keagamaan di Provinsi Sulawesi Barat dalam rangka pencegahan konflik sosial selama pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2024 memerlukan pendekatan yang cermat dan kolaboratif.

Hal itu disampaikan Herdin Ismail pada pelaksanaan Rapat Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Aliran Keagamaan Provinsi Sulawesi Barat dalam rangka pencegahan Konflik Sosial dalam pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2024, dan Evaluasi Rencana Aksi Daerah Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Tingkat Provinsi Sulawesi Barat Periode Pelaporan Target B.04 dan B.08 Tahun 2023 yang diinisiasi oleh Badan Kesbangpol Provinsi Sulawesi Barat di salah satu hotel di Mamuju, Kamis (16/06).

Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Provinsi Sulawesi Barat juga menjelaskan bahwa dalam pengawasan terhadap aliran kepercayaan dan aliran keagamaan di Provinsi Sulawesi Barat untuk mencegah konflik sosial selama pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2024, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), PW. Muhammadiyah dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) memiliki peran yang sangat penting. Melalui kerjasama antara MUI, NU, Muhammadiyah dan FKUB, diharapkan dapat tercipta sinergi yang efektif dalam menjaga stabilitas keagamaan dan mencegah potensi konflik sosial selama pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2024 di Provinsi Sulawesi Barat. Pemahaman yang baik antarumat beragama dan pendekatan kolaboratif dari lembaga-lembaga ini akan menjadi kunci keberhasilan dalam menjaga kerukunan dan kedamaian di masyarakat.

Pengawasan terhadap aliran kepercayaan dan aliran keagamaan, hal ini dapat menjadi topik yang sensitif dan kompleks, karena melibatkan aspek kebebasan berkeyakinan dan hak asasi manusia. Pemerintah dan stakeholder lainnya yang memiliki tanggung jawab untuk memastikan keamanan dan ketertiban masyarakat, namun juga harus menghormati hak individu untuk memiliki keyakinan dan praktik keagamaan mereka sendiri.

“Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pengawasan aliran kepercayaan dan keagamaan diantaranya, Penghormatan terhadap kebebasan berkeyakinan, Perlindungan terhadap ancaman dan kekerasan, Keseimbangan dan tidak diskriminatif, Hukum dan regulasi. Memastikan bahwa setiap individu memiliki kebebasan berkeyakinan tanpa takut akan diskriminasi atau tekanan”, sebut Herdin yang pada kesempatan itu mewakili PJ Gubernur Sulawesi Barat, Zudan Arif Fakrulloh.

Perguruan tinggi/kampus memiliki potensi besar untuk membentuk generasi yang toleran dan mampu berkontribusi dalam mewujudkan masyarakat yang beragam namun tetap harmonis.

“Perguruan tinggi dapat menjadi garda terdepan dalam upaya pencegahan konflik sosial terkait aliran kepercayaan dan keagamaan dengan Menyelenggarakan program pendidikan dan penyuluhan yang mengedepankan nilai-nilai toleransi, pluralisme, dan penghargaan terhadap keberagaman agama dan kepercayaan serta menyebarkan kegiatan keagamaan yang inklusif dimana semua mahasiswa dapat berpartisipasi tanpa adanya diskriminasi berdasarkan kepercayaan dan agama” pungkas Herdin Ismail.

Di Agenda yang sama Kasi Intel Kasrem 142/Tatag dalam pemaparannya mengatakan bahwa terkait aliran kepercayaan dan keagamaan di Provinsi Sulbar ini tidak adanya perkembangan secara signifikan, apa yg menjadi perhatian dari Asisten 1 harus diimplementasikan bukan hanya didengar tanpa melaksanakan.

“Ia juga menambahkan seluruh elemen Bangsa harus berpedoman pada Pancasila terutama dalam membuat aliran kepercayaan atau keagamaan dimana dalam membuat aliran kepercayaan pasti masing-masing memiliki dasar sehingga dari dasar inilah kadang adanya perbedaan dan menimbulkan perselisihan oleh karena itu seluruhnya harus berpedoman pada Pancasila sebagai ideologi negara,” terang Kolonel Amran

Dalam mengawasi aliran kepercayaan ini harus memiliki dasar untuk menentukan mana aliran yg benar atau yg salah sehingga harus memiliki pedoman dalam menentukannya dan yg harus menjadi pedoman yaitu Pancasila.

“Dalam penanganan konflik sosial semua dapat teratasi jika pelaksanaan kegiatannya berdasarkan pada Pancasila,” tandasnya.

Plt. Kepala Badan Kesbapol Provinsi Sulawesi Barat H. Muhammad Yusuf Thahir menjelaskan bahwa selain pelaksanaan Rapat Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Aliran Keagamaan Provinsi Sulawesi Barat dalam rangka pencegahan Konflik Sosial dalam pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2024, hari ini juga kita melakukan Evaluasi Rencana Aksi Daerah Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Tingkat Provinsi Sulawesi Barat Periode Pelaporan Target B.04 dan B.08 Tahun 2023.

Pada tanggal 13 November 2023 Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial (TIMDU PKS) Tingkat Nasional dalam hal ini Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum telah melakukan evaluasi Rencana Aksi Daerah Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Tingkat Provinsi se-Indonesia.

“Provinsi Sulawesi Barat berada pada peringkat 10 dari 38 Provinsi Se-Indonesia dan mengalami penurunan yang sebelumnya pada Tahun 2022 berada pada peringkat ke-5 hal ini disebabkan oleh kurangnya data dukung yang diberikan oleh penanggung jawab perencana aksi daerah dari Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Tingkat Provinsi Sulawesi Barat” ujar Muhammad Yusuf.

Arah kebijakan Rencana Aksi Daerah (RAD) Penanganan Konflik Sosial Tahun 2023 terdapat 8 (Delapan) RAD diantaranya Rencana Aksi Bidang Pencegahan Konflik berjumlah 5 (lima) RAD, Rencana Aksi Bidang Penghentian Konflik berjumlah 1 (satu) RAD, Rencana Aksi Bidang Pemulihan Pasca Konflik berjumlah 1 (satu) RAD, Rencana Aksi terkait Pemetaan Kerawanan Menjelang Pemilu Serentak Tahun 2024.

“Dari 8 (Delapan) RAD Penanganan Konflik Sosial, Dua RAD tidak memenuhi target, Satu RAD yang mendekati target, Dua RAD yang sesuai target dan Dua RAD yang melebihi target” terang Plt. Kepala Badan Kesbapol Provinsi Sulawesi Barat.

Muhammad Yusuf berharap “Untuk meningkatkan capaian peringkat laporan rencana aksi daerah penanganan konflik sosial memerlukan pendekatan yang terencana dan terstruktur serta memerlukan keterlibatan aktif dan kolaboratif dari seluruh tim terpadu serta stakeholder terkait dan mengimplementasikan langkah-langkah yang terukur serta berkelanjutan sesuai dengan rencana aksi daerah.” harapnya.

Yang menjadi fokus utama dalam hal Penanganan Konflik Sosial Tahun 2023 adalah Pemetaan Kerawanan Menjelang Pemilu Serentak tahun 2024 dengan melakukan antisipasi, cegah dini dan deteksi dini berbagai bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak tahun 2024, dan Potensi Konflik yang mesti mendapat perhatian serius adalah Potensi Konflik Agraria.

“Mengatasi potensi konflik agraria memerlukan pendekatan inklusif dan berkelanjutan yang melibatkan pemerintah, masyarakat lokal, sektor swasta, dan pihak-pihak terkait lainnya. Penguatan hak-hak masyarakat lokal, dialog terbuka, dan pembangunan berkelanjutan dapat membantu mengurangi ketegangan dan mempromosikan keadilan dalam konteks agraria.” ucap Muhammad Yusuf.

Pemilu dan Pilkada serentak tahun 2024, masih Yusuf, mesti mendapat atensi khusus dari semua pihak. Dalam hal ini bagaimana agar even nasional itu dapat berjalan sebagaimana mestinya di Sulawesi Barat, tanpa adanya konflik sosial di tengah masyarakat.

“Pemilu dan Pilkada serentak 2024 secara langsung diperkirakan juga akan menyerap energi politik masyarakat daerah, termasuk kelompok-kelompok kepentingan dan kelompok-kelompok politik di daerah,” pungkas Muhammad Yusuf.

Muhammad Yusuf menguraikan, tim terpadu penanganan Konflik Sosial yang telah terbentuk di Sulawesi Barat idealnya menjadi wadah bersama bagi pihak terkait dalam hal memaksimalkan penanganan potensi konflik di masyarakat.

“Penanganan konflik sosial harus dilaksanakan secara sinergi, terpadu dan terkoordinasi dengan seluruh tingkatan pemerintahan.Baik itu di tingkat nasional, tingkat Provinsi, maupun tingkat kabupaten,” tutup Yusuf. (admin)

Gallery Foto :

Kesbangpol perkuat pengawasan kolaboratif untuk cegah potensi konflik sosial di sulbar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *